Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, mengklaim telah berkomunikasi dengan mantan pimpinan KPK yang melaporkan Firli Bahuri ke Dewan Pengawas (Dewas).
Pada Senin (10/4), mantan komisioner KPK Abraham Samad, Saut Situmorang, serta Bambang Widjojanto, melaporkan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli dalam kapasitasnya sebagai pimpinan lembaga antikorupsi.
Pelaporan itu diawali dengan aksi unjuk rasa di Gedung Merah Putih KPK. Alex mengaku telah mengundang ketiganya untuk berdiskusi perihal dugaan pelanggaran yang dilakukan Firli, namun tawaran itu ditolak.
"Saya suruh naik ke lantai 15 (ruang pimpinan di Gedung Merah Putih KPK), enggak ada yang mau," kata Alex di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Selasa (11/4).
Alex bilang, dirinya hendak menjelaskan polemik yang terjadi di KPK kepada para mantan pimpinan secara tatap muka. "Saya bilang begitu, nanti saya bisa jelaskan kok semua itu."
Selain itu, Alex menyatakan kesiapannya untuk dipanggil oleh Dewas guna memberikan keterangan terkait polemik yang terjadi. Menurutnya, pimpinan KPK ingin laporan dugaan pelanggaran kode etik itu segera ditindaklanjuti.
"Yang jelas kami berharap, kalau ada laporan ke Dewas agar segera ditindaklanjuti. Panggil kami semua pimpinan untuk diklarifikasi," tutur Alex.
Dewas sendiri telah menerima laporan dugaan pelanggaran kode etik atas dua perkara, yakni pencopotan Brigjen Endar Priantoro dari Direktur Penyelidikan KPK dan kabar dugaan kebocoran dokumen penyelidikan kasus korupsi tukin pegawai Kementerian ESDM.
Abraham Samad mendorong Dewas agar objektif dalam menindaklanjuti laporan tersebut. Dewas juga diminta bersikap lebih tegas dalam memeriksa Firli yang diduga terseret sebagai pihak yang membocorkan dokumen penyelidikan kasus tukin pegawai.
Samad menilai tindakan tersebut tak bisa ditoleransi. Pasalnya, menurut dia, hal itu sudah masuk ke arah pelanggaran pidana sehingga Firli perlu mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Ini yang harus didorong, agar Firli bisa mempertanggungjawabkan semua yang dia lakukan secara pidana. Jadi mungkin saja dia bisa lolos di etik kalau Dewas tidak bekerja secara objektif, tapi kali ini Firli tidak bisa lolos dari pertanggungangjawaban pidananya," kata Samad di Jakarta, Senin (10/4).